Beranda | Artikel
Syirik dalam hal Mahabbah (Cinta)
Kamis, 14 Februari 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Haidar As-Sundawy

Syirik dalam hal Mahabbah (Cinta) merupakan rekaman ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Haidar As-Sundawy dalam pembahasan Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad karya Syaikh Shalih Fauzan Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada 25 Jumadal Awwal 1440 H / 01 Februari 2019 M.

Status Program Kajian Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I`tiqad

Status program kajian Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I`tiqad: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Jum`at, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

Download mp3 kajian sebelumnya: Pengertian Khauf, Raja’ dan Mahabbah kepada Allah

Kajian Tentang Syirik dalam hal Mahabbah (Cinta) – Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad

Sudah kita terangkan bahwa rasa khauf atau takut kepada Allah harus dibarengi dengan rasa mahabbah kepada Allah. Takut itu harus disandingkan dengan adanya rasa cinta kepada Allah. Sudah kita terangkan didalam bab asma’ dan sifat, bahwa rasa takut kepada Allah ini lahir dari pemahaman tentang beberapa sifat Allah. Allah itu Maha Melihat, Mengetahui, Maha Mengawasi, Allah itu Maha Mendengar, Allah itu mencatatkan seluruh amal yang dilakukan oleh manusia dengan memerintahkannya kepada malaikat yang ditugaskan untuk itu. Maka keyakinan tentang hal ini membuat kita waspada, hati-hati, khawatir melakukan kemaksiatan yang pasti dilihat oleh Allah.

Seluruh dosa dan kemaksiatan itu pasti dibalas sekecil apapun.

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ﴿٨﴾

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah[99]: 7-8)

Sekecil apapun kebaikan, keburukan, dibalas. Tidak ada yang terlewatkan. Dan kalau Allah membalas, balasan adzab Allah dahsyat.

أَنَّ اللَّـهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah[5]: 98)

Dari semua itu lahir takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semakin mengenal Allah, semakin besar rasa takut. Karena pengetahuannya tentang Allah, karena ilmunya tentang Allah. Makanya Allah menyatakan:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu. ” (QS. Al-Fatir[35]: 28)

Selain takut, juga pasti harus ada rasa cinta. Cinta ini lahir karena mengenal beberapa sifat Allah Yang lainnya seperti Allah itu Rahman dan Rahim, Allah itu Maha Pengampun, Allah itu Maha Pemberi, Allah itu Dermawan, semua sifat-sifat Allah yang tadi mengakibatkan kita mencintai Allah. Karena kebaikan Allah yang tak terhingga. Takut ada, cinta juga ada.

Takut dan cinta dua hal yang harus dimiliki. Kalau hanya takut saja maka berbahaya. Hanya berbekal rasa takut kepada Allah adalah pokok ajaran orang orang Khawarij. Sedangkan cinta adalah asal dan poros dari ajaran agama ini. Maka ketika cinta seorang hamba kepada Allah sempurna, sempurnalah keislaman orang itu dan bila berkurang, berkurang pula keislaman orang itu.

Apa yang dimaksud dengan cinta yang kita bahas?

Cinta ini ada dua:

Pertama, Al-Mahabbah Al-Mukhtashar, cinta yang khusus yang hanya boleh ditujukan kepada Allah, tidak boleh ditujukan kepada sesama makhluk. Termasuk makhluk tersebut adalah para malaikat, para Nabi, baik yang masih ada atau yang sudah meninggal.

Cinta yang khusus ini tidak boleh diberikan kepada mereka. Hanya khusus untuk Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah. Mahabbah yang berupa penghambaan kepada Allah, cinta yang melahirkan pengagungan kepada Allah, mengakibatkan merasa diri hina, rendah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla dan mengakibatkan lahirnya ketaatan yang mutlak kepada Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah, mahabbah yang berupa penghambaan, mahabbah yang berupa ibadah, mahabbah yang melahirkan pengagungan kepada Allah, merasa hina, rendah dan amat sangat tak ada artinya di hadapan Allah, lalu taat. Lebih menomorsatukan perintah yang dicintaiNya daripada yang lainnya. Ini khusus kepada Allah. Kepada sesama makhluk tidak boleh ada pengagungan. Termasuk kepada para malaikat, kepada para Nabi, apalagi orang-orang biasa.

Mahabbah yang melahirkan pengagungan, mahabbah yang melahirkan menghinakan diri dihadapan orang tersebut, ini tidak boleh. Ini mahabbah yang pertama. Dan mahabbah ini yang kita akan bahas.

Kedua, disebut Mahabbah Musytarakah. Ini mahabbah yang bisa dibagi. Mahabbah yang tidak tercela untuk kita share ke sesama makhluk. Bahkan kadang-kadang harus dan wajib. Seperti cinta seorang anak kepada orang tuanya, cinta orang tua kepada anaknya, cinta kepada saudara kandungnya. Itu tidaklah terlarang. Bahkan bagus.

Umpamanya cinta kepada sesama muslim yang diwajibkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak boleh ada rasa benci, memusuhi, dengki, bahkan cinta kepada sesama muslim itu kuncinya masuk surga dan salah satu bukti adanya iman kepada Allah. Berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا

“Kalian tidak akan bisa masuk surga sebelum kalian beriman dan kalian tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Harus ada cinta seperti ini. Cinta seperti ini adalah cinta yang tidak melahirkan pengagungan kepada yang dicintainya. Cinta kepada sesama Muslim tidak boleh sampai mengagungkan saudara kita sesama Muslim. Cinta kepada orang tua tidak boleh sampai kultus kepada orang tua. Cinta seperti ini tidak boleh melahirkan sikap merendahkan diri, merasa hina di hadapan orang tersebut.

Cinta seperti ini cinta yang keberadaannya tidak menyebabkan terjerumus kedalam perbuatan syirik. Dibolehkan, bahkan tadi diharuskan untuk hal-hal tertentu.

Tetapi bila suatu saat berbenturan antara mahabbah khashah dengan mahabbah musytarakah, harus didahulukan mahabbah khashah. Kalau berbenturan antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada sesama makhluk, halus dahulukan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mahabbah khashah inilah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Al-Karim surah Al-Baqarah 165. Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)

Disamakan, kepada Allah cinta tapi kepada selain Allah yang mereka sembah juga cinta. Padahal kata Allah:

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّـهِ

Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)

Berkat Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Madarijus Salikin ketika menerangkan ayat ini. Kata beliau, “Di dalam ayat ini Allah menginformasikan bahwa siapa orang yang mencintai sesuatu selain Allah seperti dia mencintai Allah berarti orang itu telah menjadikan tandingan bagi Allah dalam hal cinta dan mengagungkan.”

Jadi kecintaan kepada yang lain tidak boleh menyemai kecintaan kepada Allah. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitab tafsirnya bahwa di dalam ayat ini Allah menerangkan keadaan orang-orang yang musyrik di dunia dan menerangkan adzab yang Allah akan timpakan kepada mereka di akhirat. Ketika orang musyrik menjadikan tandingan bagi Allah berupa sesembahan, berupa patung-patung, mereka mencintai patung-patung sesembahan itu seperti mereka mencintai Allah. Maknanya mereka menyamakan patung sesembahan dengan Allah dalam hal cinta dan pengagungan. Seperti yang kita sudah jelaskan, orang Musyrik juga menyembah kepada Allah dengan cara mereka sendiri. Kenapa disebut Musyrik? Karena selain menyembah kepada Allah, mereka juga punya sesembahan yang lain. Mereka menyamakan cinta mereka kepada sesembahan seperti cinta mereka kepada Allah, mengagungkan sesembahan seperti pengagungan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ini pula yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Kata beliau, Allah menceritakan penyamaan yang mereka lakukan dalam hal cinta. Cinta kepada Allah, juga cinta kepada berhala dengan kadar kecintaan yang sama. Ini diterangkan oleh Allah dalam surah Asy-Syu’ara ayat 97-98, berkata orang-orang musyrik nanti di akhirat:

تَاللَّـهِ إِن كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿٩٧﴾ إِذْ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٩٨﴾

“Demi Allah, dulu kita benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Karena kami dahulu ketika di dunia menyamakan kalian (berhala-berhala) dengan Allah Rabbul ‘Alamin.” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 97-98)

Disamakan, termasuk dalam hal mahabbah. Adapun makna atau tafsiran ayat:

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّـهِ

Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)

Maknanya, lebih besar dibanding kecintaan para penyembah berhala kepada tandingan-tandingan yang mereka jadikan sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka cinta kepada berhala-berhala, mereka mereka juga cinta kepada Allah, disamakan. Adapun orang beriman, kadar kecintaannya kepada Allah jauh lebih besar, lebih hebat, lebih kuat dibanding kecintaan orang-orang musyrik kepada berhala atau kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ini makna dari ayat tersebut. Sudah juga kita terangkan bahwa mahabbah kepada Allah yang disebut dengan mahabbah Al-Ubudiyah, wajib didahulukan dibanding mahabbah musytarokah. Seperti mencintai orang tua, anak-anak, istri atau suami, mencintai harta, mencintai sahabat, mencintai semua itu tidaklah terlarang. Bahkan harus. Tapi kecintaan kita kepada mereka tidak boleh lebih besar daripada cinta kita kepada Allah.

Siapa yang lebih mencintai makhluk, baik itu orang tua, anak-anak, pasangan hidup, bahkan harta, dibanding kecintaan kepada Allah, Allah akan turunkan adzab. Allah ancam di dalam Al-Qur’an, surah At-Taubah ayat ke-24:

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّـهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾

Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah[9]: 24)

Dalam ayat ini Allah mengancam orang-orang yang lebih mendahulukan kecintaan dengan cinta kepada sesama makhluk daripada cinta kepada Allah dan rasulNya. Mencintai amalan-amalan yang lebih disukai oleh hawa nafsunya daripada mencintai amalan-amalan yang dicintai oleh Allah dan rasulNya. Ada ancaman untuk itu. Dan ini menunjukkan terlarangnya mencintai sesama makhluk dengan kadar melebihi cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Indikator Mencintai Allah

Adakah tanda atau indikator seseorang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala? Ada indikator orang yang dianggap mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Pertama, orang yang mencintai Allah dengan kadar yang lebih besar, dia akan lebih mendahulukan apa yang dicintai oleh Allah, amalan yang dicintai oleh Allah daripada amalan yang disukai oleh dirinya sendiri berupa syahwat, berupa kelezatan dunia, harta, anak-anak, bahkan tempat tinggal.

Seperti contoh, orang yang sedang berniaga umpamanya. Ketika dagang banyak pembeli, datang waktu shalat, adzan berkumandang, waktu sholatnya masih panjang. Jiwa kita lebih menyukai melayani pedagang, karena jiwa kita lebih mencintai apa harta. Tapi Allah lebih mencintai kita untuk shalat, segera ke masjid, tinggalkan itu, penuhi panggilan Allah ‘Azza wa Jalla.

Rezeki mah tidak akan ketuker, rezeki tidak akan salah alamat. Allah yang ngatur rezeki. Tidak didapat dari hasil penjualan waktu dzuhur, Allah buka kran rezeki dari aspek lain yang tidak kita duga.

Simak penjelasannya pada menit ke – 24:25

Download dan Sebarkan mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Syirik dalam hal Mahabbah (Cinta) – Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46616-syirik-dalam-hal-mahabbah-cinta/